Berita yang utama, medali berikutnya
Dalam sebuah surat yang dikirimkan untuk putrinya saat menjadi tahanan politik di Pulau Buru, Pramoedya Ananta Toer berpesan agar selalu menjaga kesehatan jiwa dan raga dengan rutin berolahraga. Karena bagaimanapun juga,tanpa adanya kesehatan jiwa dan raga maka apalah artinya kepintaran yang dimiliki seseorang.
Namun sekarang ini kiranya pesan itu tidak akan banyak dilakukan serta dipahami banyak orang. Terlebih lagi di kalangan wartawan yang sedang mengikuti ajang Pekan Olah Raga Wartawan Daerah (Porwada) yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) DIY.
Dengan rutinitas pekerjaan yang bisa memakan waktu hingga 24 jam lebih, banyak wartawan tidak terlalu instens untuk berolahraga menjaga kesehatan. Waktu luang kebanyakan dipergunakan untuk berkumpul dengan keluarga karena memang sangat jarang.
Jikapun ada mau berolahraga, itupun dalam kondisi dipaksa agar tetap berkeringat untuk mengeluarkan kalori.
Bagi mereka,selain tetap mengikuti Porwada pekerjaan dan tugasnya mencari serta menyebarkan informasi, berita tetap menjadi nomor satu. Sedangkan untuk medali yang diperebutkan, itu nomor sekian.
Hal itulah yang kiranya terjadi di atletik yang turut diperlombakan khususnya di lari jauh diatas 35 tahun. Subchan Mustafa, salah redaktur Kedaulatan Rakyat rela tidak ikut bertanding, padahal peluang mendali sangat besar karena hanya diikuti tiga peserta.
“Selain kelelahan karena paginya sudah tanding voli, sore ini saya harus piket di kantor. Dan ini tidak bisa ditinggal, biarlah ngak dapat mendali,”jelasnya.
Tidak hanya itu, dengan keterbatasan peserta. Maka hampir kesemua peserta harus merangkap tampil dalam sembilan cabang olah raga yang diperlombakan.
Sehingga bisa dibayangkan, dengan jadwal pertandingan yang sangat padat selama seminggu penuh. Peserta Porwada harus memiliki ketahanan tubuh luar biasa untuk bisa tampil di perlombaan yang diikutinya jika jadwalnya disusun dalam satu hari.
Ini belum lagi dengan, kewajiban untuk menyetorkan berita sesuai target. Betapa mereka harus menyiapkan fisik yang prima dan energi yang besar.
Jadi wajar saja jika banyak wartawan yang memanfaatkan momentum sambil menyelam minum air. Yang berarti selain mengikuti ajang olah raga untuk mencoba meraih prestasi, sekali juga dijadikan sumber berita.
“Karena tidak bisa keliling karena harus tampil seharian penuh, ya otomatis pertandingan voli dan atletik yang tadi diikuti dijadikan berita dab he he he,” jelas Miftahudin, wartawan bidang olah raga Radar Yogja.
Demikian juga dengan wartawan foto, usai berlaga mereka juga turut berlomba dalam mencari gambar terbaik untuk bisa disajikan kepada pembaca di ajang yang sama.
Tidak hanya kalangan wartawan saja yang harus menyetorkan berita, kalangan redaktur yang biasanya berada di kantor juga harus bisa mengedit berita di tengah pertandingan yang tidak bisa ditinggalkan.
Ibnu Taufik, Redaktur Tribune Jogja, harus rela menerima kekalahan keduanya dalam pertandingan bilyar yang tidak bisa ditinggalkan. “Biasa, tadi harus fokus mengedit berita rekan-rekan agar bisa segera dimuat, jadi kosentrasi buyar,” katanya.
Karena kondisi seperti inilah maka dapat dipastikan selama pelaksanaan Porwada yang dimulai Senin (14/2) dan berakhir Minggu (20/2) sore, kita akan menemui berbagai kejadian menarik. Di mana di tengah para rekannya berebut mendali dalam sebuah cabang olah raga, banyak wartawan yang memanfaatkan untuk menulis berita.
Diikuti sekitar 385 wartawan dari satu kota dan empat kabupaten di DIY, Porwada yang baru pertama kali digelar di Indonesia ini selain untuk mencari bibit-bibit atlit dari kalangan wartawan untuk diikutkan dalam Pekan Olah Raga Wartawan Nasional (Porwanas) dua tahun lagi.
Ajang ini juga digunakan sebagai ajang reuni serta kumpul-kumpul awak media yang memang jarang sekali terjadi kecuali peristiwa kematian ataupun pernikahan, itupun tidak semuanya hadir.
“Urusan medali ataupun prestasi, saya pikir itu sesuatu yang dipikirkan belakangan. Karena memang hakekatnya ajang ini memang bertujuan menjadi wadah berkumpul kuli tinta yang memang sehari-hari sangat jarang terjadi,”jelas Sugiarto, wartawan Suara Merdeka, yang juga Ketua Seksi Olah Raga Bilyar.
Karena memang dipergunakan sebagai temu kangen, maka dapat dipastikan dalam setiap pertandingan dapat dipastikan penuh canda dan berbagai cerita ketika mereka masih kumpul bersama, baik di lapangan maupun di sebuah media.
Menariknya, selain penuh dengan rasa canda dan kekeluargaan, serta kewajiban pekerjaan di tengah padatnya jadwal pertandingan. Sportifitas untuk menjadi dan menampilkan kemampuan yang terbaik tetap ditunjukkan para atlit.
Dalam sebuah perbincangan, Janu Rianto, Ketua Sie Wartawan Olah Raga (SIWO) PWI juga Ketua Pelaksana Porwada menyatakan karena baru pertama kali dilaksanakan, diharapkan ajang ini bisa menjadi virus pada daerah lain di Indonesia.
“Harapan terbesar kami, dari ajang olah raga yang diikuti, kalangan wartawan kembali melakukan aktifitas berolah raga di tengah kesibukan yang tinggi. Karena memang olah raga itu sangat penting,”jelasnya.
Diakui dalam pelaksanaan sepekan kemarin, panitia menilai banyak kekurangan namun secara keseluruhan berlangsung dengan sukses. Begitu istimewanya ajang yang bisa mengumpulkan hampir seluruh wartawan di DIY. Dalam upacara pembukaan, jawaban “Salam Olah Raga” yang seharusnya dijawab dengan “Jaya” diganti dengan “Istimewa”.
KAYSER SOZE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar