Pemerhati-ku

Senin, 17 Januari 2011

Aku dulu pernah korupsi

Perkenalkan namaku Kukuh. 2011 ini aku memasuki umur yang ke-30 dan belum memiliki anak dari satu istri tercinta. Terkait pekerjaan, aku sekarang berada di posisi pemasaran sebuah surat kabar lokal yang namanya cukup dikenal di DIY.
Aku yakin kalian bertanya kenapa aku membuat awal tulisan dengan cara mengenalkan diri dahulu. Dan aku pastikan kalian yang baru saja membaca tulisan ini, tepatnya di alenia kedua, pasti bertanya apa tujuanku membuat tulisan ini.
Lima menit yang lalu, sebelum aku membuka komputerku, aku berpikir tentang kondisi negeri yang kita cintai dalam satu tahun terakhir.
Dari berbagai fakta yang ada, negeri ini semakin sakit saja. Tentu saja, sakit itu tidak disebabkan oleh bangsa lain yang dulu pernah dialami orang-orang yang mendahului kita atau meskipun sekarang dalam hidup tapi memasuki usia senja.
Sakit itu disebabkan tingkah laku dan tindakan bangsa kita sendiri yang sudah tidak punya moral dan malu yang dulu pernah diajarkan di meja makan oleh orang tuanya.
Di negeri yang indah ini, kata orang adalah jamrud khatulistiwa, orang-orang kita, terutama yang memiliki akses kepada uang rakyat sudah tidak memiliki niat untuk berbuat jujur seperti yang disumpahkan saat mereka dilantik.
Lihat saja, hukum yang senyata-nyata adalah jalan utama meraih keadilan bagi manusia dengan enaknya dilanggara dan malan dizholimi. Mereka para penjahat, kita sebut saja demikian, bahkan mampu membeli kalangan pejabat yang memiliki hak memegang senjata untuk menegakkan hukum agar tidak tersentuh lagi.
Bahkan bisa dikatakan, di negeri indah ini sudah sejak lama muncul kebudayaan baru yang kita sebut saja “Korupsi Akut” dan kiranya kalangan pejabat yang menamakan diri wakil dan pemimpin rakyat ini tidak mau merubah kondisi ini.
Asalkan semua orang yang pernah berjasa dan berada di dekatnya aman serta nyaman. Keluarganya hidup lebih dari cuku. Meskipun tetangga belakang rumahnya dan anak-anak yang layaknya mereka sebut cucu berkeliaran di jalan dengan kepala kosong tanpa pendidikan. Mereka tetap tidak peduli dan mau mengerti.
Yang penting perutku kenyang, yang penting aku mendapat kehormatan akan harta dan martabat yang kudapat, dan yang penting lainnya lagi. Begitu kata hati dan pola pikir mereka, para koruptur yang mengotori negara.
Bicara tentang korupsi. Aku ingin menceritakan sedikit pengalamanku kepada kalian sahabat yang masih setiap membaca buah pikiranku ini.
Cerita ini mungkin terlalu basi bagi kalian. Namun percayalah, aku dulu pernah korupsi. Ya korupsi seperti mereka yang sekarang ini mengaku pemegang kekuasaan dan amanat rakyat.
Dulu, ayah mendidik aku dan saudara laki-laki seperti orang lain dan wajib bekerja padanya. Ayahku bukan pengusaha besar, dia hanya memiliki usaha tambal ban. Tapi dari sanalah memang kami berasal dan inilah modal kami untuk mencapai cita-cita yang lebih besar.
Kami terpaksa bekerja pada bapak, karena kami memang tidak pernah mendapat uang jatah atau uang saku harian layaknya anak-anak yang lain. Kami harus bekerja usai pulang sekolah agar kami bisa mendapatkan sedikit uang sisa hasil setoran guna bisa kami gunakan untuk berangkat sekolah esok harinya.
Dari sinilah, kami mulai mengenal uang lebih dekat dibandingkan kawan kami lainnya. Kami mampu mencari lebih banyak dari mereka dengan bekerja keras untuk mendapatkan hasil yang lebih besar. dan kami, atau saya tepatnya mampu mencicipi banyak hal yang saat itu belum banyak kawan-kawan bisa rasakan.
Makanan enak, pakaian baru, sepatu baru, mabuk, judi, dan pergi sendiri ke berbagai kota sudah aku lakukan dengan hanya menabungkan sedikit uang harian. Bahkan semakin banyak yang bisa aku lakukan, maka semakin besar pula kebutuhan yang harus dipenuhi. Benar begitukan bila kita mempergunakan logika.
Namun apa daya, seperti kata pepatah, besar pasak daripada tiang. Maka pendapatan harian semakin lama semakin tidak mampu mencukupi apa yang menjadi keinginan dan aku anggap kebutuhan itu. Untuk meminta aku tidak berdaya, dan bahkan dengan kepelitannya walaupun aku harus menangis darah, tidak bakalan uang di kantongnya berpindah ke tanganku.
Sekarang kamu tahu apa yang aku lakukan. Dengan besarnya kebutuhan, maka aku harus membesarkan pula pendapatanku. Maka satu-satunya jalan yang harus aku tempuh adalah dengan mencuri uang setorang harian untuk aku sembunyikan.
Aku tidak mengerti apa nama kerennya sekarang yang aku tahu tindakanku itu termasuk dalam keluarga besar korupsi. Dulu aku menyebutnya “Kantong Setan”. Menarik bukan.

Metodenya mencurinya sangat. Jika satu hari aku mendapatkan penghasilan Rp10.000 dari “pasien”, kami menyebut konsumen seperti itu karena kami adalah penambal ban paling ampuh. Maka sekitar Rp2000-Rp3000 akan kami selipkan di kantong kami lainnya. Baru sisanya itu aku setorkan ke bapak dan aku biasanya mendapatkan hasil bersih antara 20-30%.
Dari kantong setan inilah, aku mampu menabung dan aku pergunakan membeli keinginan yang aku jadikan kebutuhan.
Tapi, anehnya entah berapa besar dana yang aku dapatkan dari kantong setan tidak pernah aku menemukan adanya sisa. Bahkan barang-barang yang kubeli dari anggaran gelap itu malah lebih cepat rusak atau bahkan hilang bila dibandingkan dengan barang yang kubeli dengan uang halal.
Tidak hanya itu, akibat terlalu sering melakukkan aksi kantong setan. Maka aku setiap hari harus melakukan ketidakjujuran kepada konsumen yang datang agar aku mendapatkan ongkos yang lebih besar dibandingkan harga normal.
Terus terang, ini akan membuat nama bengkelku tercemar dan tidak dipercaya. Karena masih sekolah, aku anggap hal itu wajar dan tidak akan termasuk dalam kejahatan karena itu adalah milik orang tua.
Ternyata aku baru sadar ketika aku lulus sekolah dan harus mencari kerja untuk segera berpisah dengan orang tua. Kebiasaan itu jika aku bawa ke dunia baruku akan semakin memperburuk keadaanku. Bahkan jika nanti aku melanjutkan ke bangku kuliah, bisa jadi aku tidak akan pernah pulang membawa gelar.
Yang aku pastikan, disaat aku mulai bekerja pada orang lain, perbuatan kantong setan itu tidak akan pernah aku lakukan kembali meskipun saat itu aku tidak punya uang untuk makan.
Aku sadar apabila kita terus-menerus mempraktekkan kantong setang, jika ketahuan maka kita adalah penjahat dan tidak akan mendapatkan lagi kepercayaan dari orang lain. Tidak hanya disekitar kita, tapi semua orang akan tahu meskipun kita tidak kenal mereka karena informasi antar pengusaha dan orang kaya secepat kilat.
Terus terang, gelar yang aku dapatkan ini adalah jerih usahaku untuk terus melakukan kejujuran. Soal makan kita bisa mengutang. Soal pakaian kita bisa menunda.
Tapi soal kejujuran yang bersangkut paut dengan harga diri, ini adalah prioritasku.
Jadi sama dengan para koruptor sekarang. Dulu aku juga pernah korupsi dan tidak akan pernah aku lakukan lagi seumur hidupku. Aku sudah berani berubah dan tobat, karena ini bukan menyangkut aku sendiri.
Sekarang aku bertanya, beranikah kalian para koruptor bertobat dan memilih jalan kesederhanaan untuk mendapatkan hati yang penuh dengan kejujuran.
Salam.

KAYSER SOZE

Rabu, 12 Januari 2011

Hidup Revolusi Negeri Ini

Apa yang Kawan pikirkan sekarang?

Coba sekarang Kawan lihat kenyataan yang ada. Negeri yang kaya dan makmur ini sudah tidak bermartabat lagi. Di era yang katanya sudah maju dan memiliki kepatuhan aturan, hukum ternyata sudah tidak berlaku.

Jangan bicara tentang cita-cita dasar pendiri negeri ini yang selalu ingin rakyatnya sejahtera, aman, dan bermartabat. Di tangan pemimpin laknat yang dipilih langsung oleh rakyat di atas janji-janji manisnya. Negeri yang kita banggakan ini semakin terjerumus dalam lobang hitam besar kehancuran.

Rakyat bukan lagi pemilik negeri ini. Rakyat bukan lagi penuntut hukum yang juga bisa mengadili penjahat-penjahat yang berasal dari penjabat. Dan rakyat negeri ini bukan lagi penikmat kekayaan alam yang sejatinya bisa menjadikan mereka lebih maju dari negara lain.

Di tapi di tangan pemimpin ini dan dedekot-dedekot keparatnya, negeri ini akan dijadikan ajang unjuk kebolehan serta kelihaian memperkaya diri. Tentu saja Bung, bukan kaya akan kerja keras dan semangat berkorban.

Silahkan Kawan baca koran, majalah. Dengarkan radio serta amati setiap saat televisi yang ada di ruang keluarga Bung. Semua akan memberitakan aksi-aksi bejat aparat keparat yang tidak lagi menghormati hukum.

Hukum diinjak-diinjak dan dengan mudah diperjual belikan. Keadilan hanya milik orang-orang yang memiliki harta laksana raja. Aparat? Apa yang Bung katakan, mereka seiya sekata.

Bukannya sebagai pelindung, pengayom, penegak keadilan, pembela negara, atau apapun namanya, sekarang mereka lebih memilih harta meskipun sumpah serapah diucapkan kepadanya.

Sedangkan rakyat jelata yang selalu berada di belakang mereka, senangtiasa selalu dijadikan korban dan tentu saja, sapi perahan.

Kawan, aku berani ambil kesimpulan, kondisi ini secara garis besar disebabkan budaya korupsi di segala lini yang sudah ada sejak negeri ini baru 35 tahun merdeka. Pemimpin dan antek-anteknya masa itu bisa dikatakan sama dengan pemimpin yang memimpin sekarang.

Ibarat buah, dia tidak akan jatuh jauh dari pohonnya.

Kawan, jika kau peduli dengan negeri ini. Sekarang tidak lagi hanya diam serta ikut arus yang semakin lama semakin tidak berbekas. Walaupun kecil, tapi apa yang kita lakukan demi negara ini akan selalu dikenang.

Tidak hanya dengan bertindak secara tegas, semua tindakan atau tulisan akan selalu diterima. Jangan hanya duduk diam saja Bung. Atau hanya mengutuk mereka yang memang tidak becus mengurus negara. Sekarang sudah saatnya revolusi besar harus dilakukan bersama.

Ayo Kawan!!

Tunjukkan kepedulianmu terhadap negeri ini. Mari bersama-sama kita semangatkan lagi rakyat untuk tidak selalu menerima keadaan ini. Karena hanya kita yang bisa menentukan arah negara ini. Bukan mereka yang hanya sesaat di tampuk kekuasaan.

Kawan, senangtiasa aku katakan. Revolusi selalu bermula dari kaum muda yang peduli dengan negeri ini. Baik di jaman kolonialisme, orde lama, orde baru, atau reformasi, perubahaan selalu diawali dari kita anak-anak muda yang tidak terima negeri ini terus dijajah bangsa sendiri.

Kawan, memang semua berat untuk dilakukan. Terlebih lagi kita hidup di jaman yang serba manja dan tersediakan. Terus terang, dalam hidup kalian tidak pernah mengenal hidup penuh kerja keras dan berjuang dengan segala daya serta upaya.

Kalian adalah manusia-manusia yang selalu hidup dengan gaya.

Ayo kawan, apa yang kau pikirkan sekarang?

Kau akan terus sabar dan tenang sementara negara seberang menertawakan serta terus-menerus mempermalukan kita. Jangan pernah berharap kepada aparat. Sebab di dada mereka sekarang bukan tertulis nama rakyat. Namun sudah terpatri kata harta dan kepentingan yang bisa membahagiakan serta menyenangkan mereka.

Ingat kawan, kita hanya hidup sekali. Karena itulah jadikan hidupmu penuh dengan arti.

Kawan, aku janjikan ini hanya sebagai awal perlawanan kita yang selalu akan mengatas namakan rakyat. Hidup Revolusi Negeri Ini!!!!


KAYSER SOZE

Kamis, 06 Januari 2011

KAWAN

Kawan, apa kabar?

Terus terang aku kesulitan menemukan kata selanjutnya. Aku tidak tahu harus menyatakan apa setelah menanyakan kabarmu.

Aku tahu, seharusnya memang mudah untuk menyambung dengan kata lain. Semisal dimanakan sekarang kamu, sudah menikahkah dirimu, atau sakitkan kamu sekarang? Tapi kata itu, yang selama ini berkecamuk di otakku sama sekali tidak terlintas untuk dikeluarkan.

Aku paham, aku bukanlah Pramoedya, Asrul Sani, Sanusi Pane, atau Chairil yang mampu merangkai berbagai kata dan ucapan dalam satu kalimat indah yang membuat mata kita tidak akan pernah lelah untuk terus membaca karya mereka.

Aku juga bukan Bung Rosihan, Gonawan, maupun Ainun. Yang mampu merangkai fakta, opini, dan canda menjadi satu struktur kata untuk menghasilkan tulisan yang mudah dicerna serta langsung mengena.

Yang selama ini aku paham, aku hanya terus mencoba belajar menulis dan berkarya. Sekedar untuk mengisi waktu luang dan menuangka segala ide di kepala. Jika kau sebut aku penganggur dan kurang pekerjaan sehingga menulis rangkaian kata ini, aku terima dengan suka cita.

Kawan, usai kutanyakan kabarmu, aku hanya ingin bercerita sedikit tentang kabarmu. Pasti engkau tahu, jika sudah saatnya lelaki tidak ingin dikekang, dia pasti pergi dari rumah. Entah dengan benda yang melekat maupun kenekatan. Yang pasti, pergi untuk mencari kebebasan serta pengalaman hidup juga aku lakukan.

Jalanku, kurasa tidak pernah panjang. Hanya setengah-tengah dan terus terang, aku akui sangat nanggung untuk aku ceritakan sebagai pengalaman. Tapi aku yakin, jika terus membaca dan mencerna, aku pastikan kau akan merasa nikmat atau hanya sekedar nyaman. Aku akan sangat menghargai itu.

Kawan. Aku hidup di dunia dunia. Laksana katak dan ular atau hewan aphimbi lainnya. Aku menloncat ke dua malam akademik setelah seharian menghabiskan tenaga untuk sesuap nasi dan tabungan. Semua kulakukan dengan rela dan tanpa pernah merasa bersalah menghabiskan masa muda untuk dua dunia yang banyak orang katakan tidak akan pernah bisa bersatu.

Aku menikmatinya. Aku merasa bisa hidup di dalamnya. Dan aku merasa diterima lingkungan meskipun harus hidup di dunia dunia.

Jangan pernah bicara tentang kesenangan dan belanja atau cara instan mendapatkan gelar. Bagiku itu tabu dan tidak terhormat sebagai soerang manusia sosial yang tumbuh berkembang dengan jaman. Aku memulainya dari nol dan menjadi besar, karena aku sangat yakin langkah kecil ini akan menjadi awal sebuah langkah yang besar.

Kau mungkin bertanya, tidak frustasikan aku dengan hidupku. Dua dunia yang tidak mungkin bersatu, bagi sebagian orang, dan aku dipaksa hidup di dalamnya.

Kawan yang seharusnya kita pastikan dulu harfiah dari frustasi yang kebanyakan dialami teman-teman sebayak kita atau orang yang memiliki lebih usia dibandingkan kita. Jika kau berada di sebuah ngarai jurang, dimana satu sisi adalah harapan hidupmu dan di sisi yang lain adalah kenyataan yang kau terima sekarang.

Itulah yang kumaksudkan dengan frustasi kawan. Kau tidak bisa membuat jembatan antara harapan dan kenyataan yang ada. Bukannya kau tidak mampu membuat sebuah jembatan, tapi karena tidak ada niat dan kemauan, jembatan antara harapan dan kenyataan itu tidak pernah ada.

Bagiku, untuk bisa dengan mudahnya membangun jembatan antara harapan dan kenyataan. Terlebih dahulu kita harus membuat sisi jurang yang lain sama-sama rendah dan tidak menciptkan palung yang terlalu dan dalam menyebabkan lebar.

Jika sudah tidak membahayakan bagimu, maka jalinlah sebuah tali, ingat sebuah tali, dan kemudian pilinlah tali lainya satu persatu sesuai dengan kemampuan dan kerja keras kita. Lakukan perlahan-lahan dan tidak usah terlalu sering-sering memanjatkan sebuah doa.

Sebab jembatan yang kita buat itu, adalah 99% kerja keras kita dan 1%-nya hanyalah sekedar keberuntungan. Inilah falsafat sebenarnya kehidupan kawan.

Satu lagi ceritaku, jika tengah malam aku terlalu sering membayangkan, memimpikan wajah seroang gadis. Yang bila kau pikirkan dan melihat secara langsung, kau pasti akan mengatakan mudah mendapatkannya.

Tapi ingat kawan, aku hidup di dua dunia. Kesenangan hanya sesaat, yang ada hanyalah kerja keras dan terus kerja keras. Jadilah kiranya aku ibarat punguk merindukan bulan. Jangan kau menangis kawan, sebab inilah pelajaran hidup yang harus diterima setiap pria ketika dia pertama kali berkenalan dengan cinta.

Kawan, jika kau lihat tepi sungai itu, disanalah aku tumbuh dabn memilih tali untuk membangun jembatan antara harapan dan kenyataan. Di sanalah kawan, aku pernah merasakan sakit, sedih, lapar, kenyang, dan caci maki yang terkadang mendesakku mengeluarkan air mata, tapi selalu kutahan.

Di tepi kali keruh itulah kawan, aku mengakhiri kehidupan dua duniaku. Aku yakinkan, bahwa sudah saatnya aku pulang ke rumah untuk sekedar beristirahat dan menenangkan raga.

Tapi kawan, meskipun raga sudah istirahat, tapi jiwa dan pikiranku kacau balau serta sibuk menghilangkan berbagai kenangan indah akan cinta. Ya sebuah cinta yang kutinggal jauh di sana. Dengan tatapan sedih tanpa cucuran air mata, karena aku tidak sempat melihatnya.

Kawan, apakah kau jenuh mendengar ceritaku ini. Pahamlah kawan, jika kau memang jenuh membaca, sebentar saja rebahkan badanmu dan lemaskan ototmu. Jangan lupa, tetap jaga matamu agar tetap tidak tertidur.

Sekarang kau ingin mendengar cerita yang mana dariku kawan? Aku mohon jangan minta aku bercerita tentang cinta. Aku tidak mampu menceritakan cerita tentang cinta, sebab aku memang dari dahulu aku tidak pernah merasakan cinta yang sesungguhnya.

Maafkan aku sayang, kau tahu, dirimu masih tetap ada di hatiku dan mengisi sepanjang hidupku meskipun tidak bersama lagi.

Kawan sudah berapa lama aku bercerita? Sudah bosankah kamu atau tidak mau memabaca kembali apa yang sudah kutuliskan untukmu.

Aku sadar, meskipun banyak karya yang kubumbukan. Tapi untuk sekedar menulis indah, dalam merangkai kata dari fakta dan imajinasi. Aku selalu kalah. Aku selalu tidak mampu merangkainya.

Kawan, jika kau paham, kita selalu tidak bisa menulis dengan indah bukan. Jika kau rela, biarkan aku tenggelam dalam kamar hitam yang selalu menjadi idamanku. Salam. 02/1/2011





KAYSER SOZE

Selasa, 04 Januari 2011

"2011"

"2011"
Selisih satu tahun dari judul film yang menghebohkan negera kita, bahkan beberapa wilayah mengharamkan penduduknya menonton film fiksi yang diadaptasi dari ide budaya maya. Tahun ini, bagi orang china tahun kelinci yang selalu dipercaya banyak rejeki yang datang. tapi bagiku, sama seperti tahun yang telah berlalu, aku menerapkan berbagai harapan serta impian akan hidup yang lebih baik dibandingkan yang tlah berlalu. aku yakin, aku bisa meskipun pada beberapa kenyataan, semua hanya omong kosong dan tidak pernah terwujudkan.

Tahun ini, semua akan kuwujudkan dalam kenyataan dan segera bisa disampaikan. Entah kepada kawan, dunia, atau sekedar maya belaka. salam

KAYSER SOZE