Pemerhati-ku

Selasa, 18 November 2008

Pada akhirnya.......

Pada akhirnya.......

Kau masih ingat ketika pagi hari berada di puncak gunung, menanti hidupnya matahari. Rasakan udara bersih dan benih dalam rongga-rongga dadamu. Serta daratan di depan yang kelam oleh kabut. Gumpalan asap kelabu itu, yang sekali tempo mendatangimu di jalan ketika menuju puncak, menyelimutimu sampai tidak bisa melihat apa-apa, kemudian melewatimu dan terbang pergi ke tempat pertama kali datang. Seperti halnya kabut abadi.

Kiranya ini bukan masaku, dimana aku hidup bersama dengan mitos-mitos yang kian mengental di masyarakat tentang uang, partai politik, dan pesan yang membuat masyarakat kian kehilangan arah. Rasa kebangsaan meluntur karena ketiga mitos itu melemahkan kehendak untuk maju bersama, menepiskan solidaritas, dan mengkikis cit-cita bersama sebagai bangsa. Dan rasa kebangsaan yang semakin terkikis ini hanya bisa diperkuat oleh satu rasa dari kita tentang cita-cita maju bersama, memiliki cita-cata bersama, dan solidaritas sosial yang karena ketiga mitos itu menjadi menipis.

Aku selalu berpikir. Di dunia ini banyak orang yang berambisi mengubah dunia, tetapi sedikit orang yang berpikir mengubah dirinya sendiri.

Ini bukan lelucon atau legenda hidup setiap anak manusia, karena setiap orang yang lahir dalam selimutan kabut selalu kerasan di dalam kabut. Buktikan itu.

Sekarang saatnya aku bertanya, apakah orang yang bisa membaca dan menulis itu lebih baik atau lebih bodoh dari pada mereka yang tidak bisa. Tapi itu akan sangat menyedihkan lagi, saat lebih bodoh, ketika kita tidak tahu harus berbuat apalagi.

Aku ingat ketika Keynes mengeluarkan padangannya untuk masyarakat umum, bahwa kelompok kaya cenderung memakai sebagai (besar) uangnya untuk ditabung. Semantara kaum papa membelanjakan seluruh pendapatannya.

Ini seperti media massa, yang menurut banyak orang cenderung kian menginspirasi kejahatan. Sekarang kalian boleh bertanya, yang salah media atau otak kalian.

Jika ada yang bilang, bahwa hidup itu seperti pemanjat tebing, ini sesuatu yang baru dalam pelbagai paradigma otakku. Dimana ia harus menghadapi dan menguasai rasa takut. Dan dengan inilah kiranya orang itu akan menentukan batasan hidupnya, dikarenakan setiap orang sebenarnya mempunyai kemampuan untuk mencapai cita-citanya.

Sering kali aku, kamu, dan semua manusia yang pernah hidup di bumi ini ketika meninggalkan rumah berbicara kepada diri sendiri. “Bahwa aku berangkat tanpa pernah ada pikiran untuk kembali,”, semua itu adalah keinginan semu di bawah kesadaran otak manusia.
Pada Akhirnya...
Pada akhirnya yang menang adalah harapan.

KAYSER SOZE

Secercah kenangan untukmu

Secercah kenangan untukmu

Aku akan meninggalkanmu sebentar
Membiarkanmu menunggu sementara waktu
Malam turun terbata-bata
Mengendap-endap di aspal-aspal jalan
Yang dilintasi peronda yang meninggalkan gardu masing-masing
Dengan kelengangan yang asing
Mengunci dirinya rapat-rapat
Tapi di langit, bulan menghadirkan alis matamu
Kegagalan yang kesekian kali. Tapi bagaimanapun
Aku akan tetap merawat
Penglihatan semacam ini

Bagiku, semua kenangan bersamamu terlihat berarti
Aku hanya mendengar semua ceracauan di sekelilingku
Seperti nyanyian para malaikat

KAYSER SOZE

Sabtu, 01 November 2008

ANGINKU HILANG TERTEKAN

saat itu angin menghembus
datang tanpa berarti
saat pemulung berada di tempat pembuangan terakhir
pastinya sampah menggunung dengan bau yang manis
menjadi tempat mengais rezeki
tentunya bukan rumah bagus
tetapi pemulung tak kunjung jera
semakin hari semakin bertambah
namun angin benar-benar datang
jangan dirasakan ... ...
sama saja seperti dirasakan
tetapi coba ditangkap
seperti menangkap lalat di makanan yang tersaji
angin sepertinya juga berbisik
menatap tajam kepada pemulung
lupa dengan jati diri angin memandang
penuh keibaan
atau kesedihan
atau hanya tersenyum luka
atau bahagia dengan keadaan seperti ini
atau tertawa terbahak-bahak
"coba raba dan pegang aku," kata angin
bagi pemulung sama saja mau bilang apa
pemulung berlindung di pantat angin
angin ditekan
"ini angin saya," kata pemulung sembari pergi

DENPASAR, 31 OKTOBER 2008
dari teman sekaligus saudaryayyay

KAYSER SOZE